Headlines News :
handphone-tablet
Home » » Wasiat Luqman Hakim Dalam Al-Qur'an

Wasiat Luqman Hakim Dalam Al-Qur'an

Written By elkayis on Jumat, 06 Maret 2015 | 16.30


Wasiat Pertama: Jangan Menyekutukan Allah
 
Allah berfirman melalui lisan Luqman:
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Hai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah, sesungguhnya menyekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Luqman: 13).
 
Sebuah permulaan dengan memprioritaskan yang paling penting. Luqman Al-Hakim sangat tepat dalam memulai wasiat, karena masalah ini merupakan asas yang mengakar dan fondasi yang kokoh. Hal pertama yang wajib diajarkan ayah kepada anak adalah tauhid (mengesakan Allah) dan mengingatkan anak dari dua jenis kesyirikan, yaitu syirik besar dan syirik kecil. Sehingga sang anak tidak beribadah kepada selain Allah, tidak menyeru tandingan selain Allah, tidak meminta kepada orang yang telah meninggal dan benda-benda gaib, tidak menghadapkan wajah atau hati pada selain Allah, baik karena suka atau takut, serta tidak memperlihatkan amal pada siapapun.
 
Syaikh Sulaiman bin Abdurrahman Al-Hamdan menuturkan, “Syirik adalah dosa terbesar di sisi Allah, karena syirik dapat merusak kehormatan rububiyah, menghina uluhiyah, dan berburuk sangka kepada Rabb seluruh alam.
 
Sayyid Quthb berkata, “Nasihat yang disampaikan Luqman kepada putranya adalah nasihat bijak. Nasihat yang membebaskan dari aib, dan orang yang mengucapkannya dikaruniai hikmah. Nasihat yang tidak menuduh karena tidak mungkin seorang ayah menasihati putranya dengan menuduh. Nasihat ini menegaskan masalah tauhid.
 
Kata-kata “Wahai anakku” mengisyaratkan kasih sayang dalam diri seorang ayah terhadap anaknya, menampakkan perasaan keayahan yang deras mengalir dalam diri seorang anak, serta rasa cinta dan saying seorang ayah terhadap anak dan kekhawatiran akan segala keburukan terhadap sang anak.
 
Luqman Al-Hakim tidak menyebut masalah tauhid dalam wasiatnya tapi hanya cukup melarang dari kesyirikan saja. Itu tidak bermasalah, karena larangan melakukan kesyirikan mencakup perintah mengesakan Allah sebagai sebuah konsekuensi. Bila seorang hamba meninggalkan syirik besar dan kecil, secara otomatis ia menjadi ahli tauhid yang murni. Wallahu a’lam.
 
Wasiat Kedua: Berbakti Kepada Orang Tua
 
Allah berfirman:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya. Ibunya yang telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua ibu bapakmu. Hanya kepada Ku lah kembalimu”. (Luqman: 14).
Ikatan yang pertama setelah ikatan akidah adalah ikatan keluarga. Oleh karena itu, penjelasan tentang berbakti kepada kedua orang tua dikaitkan dengan penyembahan terhadap Allah dan peringatan dari syirik untuk memberitahukan pentingnya berbakti kepada orang tua di sisi Allah.
 
Melalui ayat yang inspiratif ini, Al-Qur’an menyatukan perasaan berbakti dan kasih sayang di hati anak-anak. Hal ini disebabkan, kehidupan berlalu begitu cepat melintasi manusia, mengarahkan perhatian mereka yang kuat ke depan, menuju keturunan, generasi baru, dan generasi mendatang. Mereka jarang mengarahkan perhatian ke belakang, melihat ayah ibunya, menuju kehidupan yang telah berlalu, dan generasi yang telah lenyap. Oleh karena itu, anak memerlukan penyatuan perasaan yang kuat agar bisa menengok ke belakang, memerhatikan kedua orang tuanya. 
 
Orang tua selalu mengedepankan totalitas untuk menjaga anak dan mengorbankan segala sesuatu hingga mengorbankan diri sendiri. Hal ini ibarat tunas hijau yang menyerap seluruh gizi dalam benih untuk menjadi tanaman muda. Ibarat anak ayam yang menyerap seluruh gizi yang berada di dalam telur untuk kemudian menetas. Seperti itulah anak-anak menyerap seluruh kenikmatan, kesehatan, jerih payah, dan perhatian kedua orang tua hingga tidak terasa keduanya menjadi tua dan menanti ajalnya. Meskipun demikian, orang tua merasa senang.
 
Sementara itu, anak-anak cepat sekali melupakan itu semua. Padahal melalui peran orang tuanya, ia bisa melesat menuju masa depannya hingga tak terasa ia telah beristri dan berketurunan. Seperti itulah kehidupan yang berjalan dengan cepat.
 
Oleh karena itu, orang tua tidak perlu melelahkan anaknya. Mereka hanya perlu menyatukan perasaan anaknya dengan kuat agar ia bisa mengingat kewajiban generasinya. Dari sinilah perintah berbuat baik terhadap orang tua muncul dalam bentuk taklif dari Allah yang mengandung makna perintah yang ditekankan setelah penekanan perintah lainnya, yaitu perintah menyembah Allah dan larangan berbuat syirik.
Wasiat Ketiga: Tidak Ada Ketaatan Dalam Mendurhakai Allah
 
Allah berfirman:
“Dan jika keduanya memaksamu untuk menyekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik…” (Luqman: 15).
 
Meski kita diperintahkan untuk hormat dan berbuat baik kepada kedua orang tua, namun hormat, ketaatan, dan bakti ini memiliki batasan tertentu yang telah digariskan Islam yang sama sekali tidak boleh diterjang. Batasan yang tidak boleh diterjang ini seperti yang dijelaskan dalam sabda Rasulullah:
إِنَّماَ الطَّاعَة في المعروف
“Sesungguhnya ketaatan hanya (dibolehkan) dalam kebaikan.”
 
Anak harus mendengar dan menuruti kedua orang tua dalam segala hal yang diperintahkan selama orang tua tidak memerintahkan kemaksiatan. Bila orang tua memerintahkan untuk mendurhakai Allah, keduanya tidak berhak didengar dan dituruti. Hal ini disebabkan, tidak ada ketaatan bagi makhluk untuk mendurhakai Al-Khaliq, karena menuruti makhluk terbatas pada kebaikan semata.
 
Sayyid Quthb mengungkapkan setelah menyebutkan ikatan antara anak dan orang tua dan bagaimanakah ikatan tersebut, “meski demikian, ikatan akidah lebih diperioritaskan daripada ikatan yang kuat ini.” Beliau melanjutkan, “Hanya saja, ikatan orang tua dengan anak dengan simpati dan penghormatan seperti ini hanya muncul dalam urutannya setelah eratnya akidah.
 
Wasiat untuk manusia tetap ada dalam kaitannya dengan kedua orang tua, “Dan jika keduanya memaksamu untuk menyekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya.” (Luqman: 15). Berdasarkan inilah kewajiban untuk taat pun gugur dan ikatan akidah yang kuat tetap berada di atasnya.
 
Meskipun orang tua mencurahkan segala upaya, kesungguhan, paksaan, dan kepuasan argument untuk menipu anak agar menyekutukan Allah dengan sesuatu yang ketuhanannya tidak jelas dan menyekutukan apapun selain Allah yang tidak memiliki ketuhanan. Saat itu, anak diperintahkan agar tidak menuruti orang tua. Perintah ini datang dari Allah, Pemilik hak pertama dalam ketaatan.
 
Wasiat Keempat: Wala’ dan Bara’
Allah berfirman:
“… Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Luqman: 15).
 
Dibawah naungan suasana keimanan, nasihat dan penuturan wasiat ini, wasiat keempat datang dari Hakim yang paling adil dan Yang paling pemurah diantara seluruh pemurah agar mengikuti jalan orang-orang kembali menuju Rabb. Mereka adalah orang-orang mukmin yang memurnikan agama untuk Allah. Inilah penjelasan tekstual dari ayat tersebut. Adapun penjelasan konteksnya berisi isyarat untuk melepaskan diri dari orang-orang yang menyimpang dari jalan yang lurus ini. Hal ini disebabkan bila Allah memerintahkan untuk mengikuti jalan orang-orang yang kembali kepadaNya, maka Dia juga memerintahkan untuk menentang pihak yang memusuhi serta berlepas diri dari mereka.
 
Bentuk-bentuk Wala’ dan Bara’ 
 
1.                  Bentuk wala’ (pembelaan) terhadap orang-orang kafir
·                     Menyerupai orang-orang kafir dari segi ucapan, pakaian, dan lainnya.
·                     Tinggal di negara mereka dan tidak berpindah ke negara-negara kaum muslimin demi  menyelamatkan agama.
·                     Bepergian ke negara-negara orang kafir dengan maksud rekreasi dan kesenangan diri.
·                     Menolong dan membela orang-orang kafir untuk melawan kaum muslimin, memuji dan membela mereka.
·                     Meminta banutan kepada orang-orang kafir, percaya pada mereka, menempatkan mereka di posisi penting di mana berbagai rahasia kaum muslimin terdapat di sana, serta menjadikan mereka sebagai teman baik dan penasihat.
·                     Menuturkan sejarah orang-orang kafir, khususnya sejarah yang menyebutkan upacara-upacara keagamaan dan hari-hari raya mereka seperti kalender Masehi.
·                     Turut serta dalam hari-hari raya orang-orang kafir.
·                     Memuji kebudayaan dan peradaban orang-orang kafir serta kagum terhadap etika dan kemahiran mereka.
·                     Memberi nama seperti nama-nama orang kafir.
·                     Memintakan ampunan dan berbelas kasih kepada mereka.
 
2.                  Bentuk wala’ (pembelaan) terhadap kaum mukminin
·                     Hijrah ke negara-negara kaum muslimin dan meninggalkan negara-negara kaum kafir.
·                     Membela dan menolong kaum muslimin dengan jiwa, harta, dan lisan yang mereka perlukan dalam urusan agama atau dunia.
·                     Turut merasa sakit atas derita yang mereka rasa dan turut bergembira atas kegembiraan mereka.
·                     Memberi nasihat, menyukai kebaikan untuk mereka, dan tidak menipu mereka.
·                     Memuliakan dan menghormati mereka, tidak menghina dan mencela mereka.
·                     Bersama mereka dalam kondisi susah maupun senang, sulit atau lapang.
·                     Menjenguk, senang bertemu mereka, dan berkumpul dengan mereka.
·                     Menghargai hak-hak mereka.
·                     Bersikap lemah lembut pada orang-orang muslim lemah.
·                     Mendo’akan dan memintakan ampunan untuk mereka.
 
Pembagian Manusia dalam wala’ dan wara’
1.                  Orang yang dicintai dengan tulus murni
Mereka adalah orang-orang mukmin murni dari kalangan nabi, orang-orang jujur, syuhada, dan orang-orang saleh yang dipimpin oleh Rasulullah.
2.                  Orang yang dibenci dan dimusuhi tanpa adanya cinta dan pembelaan sedikit pun
Mereka adalah orang-orang kafir, musyrik, munafik, murtad, dan atheis murni meski ras mereka berbeda-beda.
3.                  Orang yang dicintai dari satu segi dan dibenci dari dari segi lain
Mereka adalah orang-orang mukmin pendurhaka.
Wasiat Kelima: Detailnya Hisab dan Pentingnya Muraqabah
 
Allah berfirman:
“Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus Lagi Maha Mengetahui.” (Luqman: 16).
 
Firman Allah, “Niscaya Allah ajan mendatangkannya (membalasinya),” yaitu, Allah akan menhadirkannya pada hari kiamat saat diletakkan di timbangan amal perbuatan kemudian diberi balasan. Baik dibalas baik dan buruk dibalas buruk, seperti yang disebut dalam firman Allah, “Dan Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat. Maka tiadalah dirugikan seseorang sedikitpun.” (Al-Anbiya’:47). Dan firman Allah, “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya ia akan melihat (balasan)nya pula.” (Al-Zalzalah: 7-8).
 
Meski biji sawi itu terjaga dan tertutup di balik batu hitam atau berada di antah beratah di kolong langit dan bumi, Allah tetap akan mendatangkan (balasan)nya. Karena, tidak ada sesuatu pun seberat biji sawi pun yang tidak diketahui oleh Allah, baik dilangit maupun di bumi.
 
Oleh karena itu, Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah Maha Halus Lagi Maha Mengetahui.” (Luqman: 16). Yaitu, ilmu dan pengetahuanNya Maha Halus hingga mengetahui segala isi, rahasia, serta kesamaran-kesamaran dalam gua dan samudra. Dan yang dimaksudkan disini adalah dorongan untuk merasakan pengawasan Allah dan beramal dengan menaatiNya sebisa mungkin. Selain itu juga ancaman melakukan perbuatan tercela, sedikit atau banyak.
 
Sayyid Quthb menuturkan bahwa setelah rangkaian wasiat Luqman untuk putranya disebutkan, dilanjutkan oleh bagian wasiat selanjutnya untuk menegaskan masalah akhirat beserta penghisaban detail dan balasan adil. Hakikat ini tidaklah disebut begitu saja, tapi disebutkan secara nyata dan fasih dalam bentuk yang membekas, menggugah perasaan dengan menelaah ilmu Allah yang menyeluruh, luas, detail, dan halus.
Wasiat Keenam: Dirikanlah Shalat
 
Allah berfirman melalui lisan Luqman, “Hai anakku, dirikanlah shalat.” Perintah shalat dalam Al-Qur’an selalu dikaitkan dengan kata iqamah. Amatlah jauh berbeda antara orang yang sekedar shalat dan yang mendirikan shalat. Berapa banyak orang shalat namun menurut hokum syariat tidak disebut orang shalat karena yang bersangkutan tidak menegakkan shalat. Sang pendidik kebaikan, Rasulullah, bersabda tiga kali kepada orang yang tidak baik dalam menunaikan shalat:
ارجِع فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَم تُصَلِّ
“Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya kau belum shalat.”
 
Berapa banyaknya kaum muslimin seperti orang yang disabdakan Rasulullah ini yang tidak menunaikan shalat dengan baik, bahkan lebih parah lagi. Seseorang memulai shalat dengan hati tidak khusuk dan anggota badan tidak tenang hingga melenceng dari shalat.
 
Tuntutan firman Allah, “Dirikanlah shalat,” adalah wujud penerapan sabda Rasulullah:
صَلُّوا كَمَا رَأَيتُمُونِي أُصَلِّي
“Shalatlah seperti kalian melihatku shalat.”
 
Kita tahu, setan menghalang-halangi seluruh jalan kebaikan manusia untuk menutupnya seperti yang diinformasikan oleh Allah dalam kitabNya, “Saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus.” (Al-A’raf: 16). Yaitu, aku akan menghalangi mereka agar amal baik mereka rusak karena tidak mengikuti sunnah Nabi atau tidak melakukannya dengan ikhlas untuk Allah semata.
 
Inilah dua syarat diterimanya amal, yaitu ikhlas dan mengikuti sunnah. Bila salah satunya tidak ada, amalan akan dikembalikan lagi kepada pelakunya. Semoga Allah berkenan melindungi kita.
Wasiat Ketujuh: Amar Makruf Nahi Mungkar
 
Amar makruf dan nahi mungkar adalah kewajiban kuat yang diwajibkan oleh Allah kepada hamba-hambaNya. Saat orang sepakat untuk meninggalkan kewajiban ini, maka mereka sama saja telah mewajibkan diri meerka sendiri tertimpa murka dan laknat Allah. Allah berfirman:
 
 “Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya sangat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (Al-Ma’idah:78-79).
 
Rasulullah bersabda, “Demi Zat yang jiwaku berada ditanganNya, hendaklah kalian memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Hendaklah kalian meraih tangan pelaku keburukan dan kau tegakkan di atas kebenaran dengan sebenarnya atau Allah benar-benar akan mematikan hati kalian satu sama lain atau melaknat kalian seperti halnya melaknat mereka.”
 
Allah menginformasikan bahwa orang yang menyeru menujuNya yang melakukan amalan baik adalah manusia terbaik dari segi ucapan dan tindakan. Allah berfirman:
 
 “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?” (Fushilat: 33).
 
Orang yang menyeru menuju Allah saat menyempurnakan diri dengan mengetahui kebenaran dan petunjuk, ia juga wajib berusaha untuk menyempurnakan orang lain. Tidak terbatas pada dirinya semata seperti yang dikira mereka yang tidak tahu dengan mengatakan, “Tunaikan kebenaran, jangan hiraukan orang lain, mereka tidak berguna bagimu.”
 
Tidak seperti itu, tapi menyeru kepada Allah dengan hikmah, tutur kata yang baik, dan berdebat dengan cara yang terbaik seperti kondisi para rasul dan para pengikut mereka hingga hari pembalasan.
 
Amar makruf nahi mungkar adalah salah satu syiar agung islam dan salah satu penopang kuat masyarakat rabbani seperti yang ditunjukkan oleh berbagai nash, disaksikan oleh sejarah, dan diungkapkan oleh realitas. Saat ini, umat perlu menghidupkan kembali syiar ini dan memperkuat penopang tersebut untuk menghilangkan debu-debu yang melekat yang ditimbulkan oleh tipu daya internal dan eksternal yang bisa terlaksana andai saja bukan karena keterbatasan pemahaman Islam dan jauhnya umat dari agamanya sendiri.
 
Urgensi amar makruf nahi mungkar
·                 Amar makruf nahi mungkar adalah faktor penyebab baiknya umat ini, dan salah satu karakteristik dan kelebihan yang dikaruniakan Allah atas umat umat ini diantara seluruh umat.
·                 Amar makruf nahi mungkar adalah bagian dari jaminan yang ditegakkan Allah diantara kaum mukmin.
·                 Amar makruf nahi mungkar menjamin lingkungan terhindar dari polusi pikiran dan etika.
·                 Amar makruf nahi mungkar adalah jaminan dari hukuman-hukuman ilahi yang akan menimpa masyarakat saat kerusakan menyebar luas.
 
Halangan-halangan amar makruf nahi mungkar:
·               Malu
·               Merasa belum pantas karena banyak dosa
·               Merasa dekat dengan pendosa
·               Merasa tidak memiliki massa
·               Takut disiksa
·               Khawatir terjadi fitnah
Wasiat Kedelapan: Bersabarlah
 
Allah berfirman melalui lisan Luqman:
 
 “… Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (Luqman: 17).
 
Karena Allah tahu bahwa orang yang memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran akan mendapatkan gangguan dan siksa, Allah memerintahkannya untuk bersabar. Rasulullah bersabda: 
المؤمِنُ الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصبِرُ عَلَى أَذَاهُم أَفضَلُ مِن الَّذِي لَايُخَالِطُ النَّاسَ وَلَا يَصبِرُ عَلَى أَذَاهُم (رواه أحمد وإبن ماجه)
“Mukmin yang bergaul dengan orang dan bersabar atas gangguan mereka lebih baik dari yang tidak bergaul dengan orang dan tidak sabar atas gangguan mereka.”
 
Dengan demikian, sabar adalah bekal utama seorang dai yang ingin mendidik manusia diatas manhaj Al-Qur’an dan sunnah, mengingat jalan menyeru manusia menuju Allah penuh dengan duri. Rasulullah sendiri pernah ditaburi tanah, dilempari kotoran, dan dicerca dengan kata-kata yang paling buruk, tapi beliau tetap bersabar hingga bisa menyampaikan wahyu yang diturunkan oleh Allah dengan sebenarnya. Karena itu, seorang dai harus berhias diri dengan kesabaran dan meneladani Rasulullah.
Wasiat Kesembilan: Jangan Sombong
 
Allah berfirman melalui lisan Luqman:
“Dan janganlah kamu memakingkan mukamu dari manusia (karena sombong)…..”(Luqman: 18).
Yaitu, janganlah kamu palingkan wajah dan bermuka masam terhadap sesame karena sombong dan tinggi hati. Ini adalah sifat tercela yang harus dihindari muslim. Tidak memalingkan wajah dari orang lain saat berbicara karena merendahkannya, tapi sebaliknya bersikap remah dan menghadapkan wajah.
 
Sombong menjadi penghalang surga karena sombong menghalangi seseorang dari akhlak orang-orang mukmin mengingat orang sombong tidak bisa mencintai untuk orang-orang mukmin seperti yang ia cintai untuk diri sendiri. Orang sombong tidak bersikap tawadhu’, tidak meninggalkan sikap dengki, hasud, dan murka, tidak menahan amarah, tidak menerima nasihat, dan tidak terhindar dari celaan orang. Tidak ada satu pun akhlak tercela melainkan pasti dilakukan. Semoga Allah berkenan menghindarkan kita dari sikap tercela.
Wasiat Kesepuluh: Janganlah Berjalan dimuka Bumi Dengan Angkuh
 
Allah berfirman: melalui lisan Luqman:
“… Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Luqman: 18).
Ini termasuk akhlak tercela yang dilarang Islam. Jangan berjalan dengan angkuh, sombong, berlagak, dan membangkang agar Allah dan manusia tidak murka pada kita. Allah melarang akhlak tercela ini dalam ayat lain sebagai berikut, “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (Al-Isra’: 37).
 
Dengan kekuatan dan kemuliaan, manusia tidak boleh lalai untuk bersikap rendah hati yang diserukan Al-Qur’an dengan merendahkan kesombongan dan keangkuhan, beretika terhadap Allah, beretika terhadap sesama layaknya terhadap diri sendiri, dan beretika sosial. Tidak ada yang meninggalkan etika ini kemudian beralih ke etika kesombongan dan ujub selain manusia berhati kecil dan beridealisme kecil yang dibenci Allah karena kesombongannya, lupa akan nikmat yang diberikan, dan dibenci sesama karena sikap congkak dan tinggi hati.”
Wasiat Kesebelas: Etika Berjalan
 
Allah berfirman melalui lisan Luqman: 

 “Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan….” (Luqman:19).
 
Saat Allah melarang cara berjalan yang diharamkan, yaitu cara berjalan dengan sombong, congkak, dan ujub, Allah menunjukkan cara berjalan yang baik, yang tidak ada kesombongan dan ujub, “Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan.” Yaitu, berjalanlah dengan tawadhu’ dan merendah hati, bukan dengan kesombongan, kecongkakan, dan bukan pula berjalan layaknya orang mati.
 
Maksud sederhana disini adalah proporsional. Tidak berlebihan, tidak membuang-buang tenaga untuk berlagak dan sombong huga termasuk sederhana, sebab cara berjalan yang menjurus pada tujuan tidak melambat, berlagak, dan sombong, tapi berlalu untuk mencapai tujuan dalam kesederhanaan.
 
Ibnu Katsir bertutur, “Berjalanlah secara sederhana, tidak terlalu lamban dan tidak terlalu cepat, tapi pertengahan antara keduanya.”
Wasiat Kedua Belas: Etika Bertutur Kata
 
Allah berfirman melalui lisan Luqman:
.
“…Dan lunakkanlah suaramu….” (Luqman: 19).
 
Jangan berlebihan dalam bertutur kata, jangan berbicara dengan keras untuk hal-hal yang tidak ada manfaatnya sebagai wujud etika kita terhadap orang dan terhadap Allah. Bersuara lirih mencerminkan etika, kepercayaan diri, ketenangan, dan kekuatan untuk jujur dalam bertutur kata dengan keras selain orang yang tidak sopan, ragu akan bobot kata-katanya sendiri atau nilai kepribadiannya yang berusaha menyembunyikan keraguan ini dengan sungguh-sungguh, keras, dan berteriak.
 
Dengan wasiat ini, berakhirlah wasiat Luqman Al-Hakim, wasiat-wasiat yang sangat berguna. Berkenaan dengan hal itu, Ibnu Katsir berkata, “Ini adalah wasiat-wasiat yang sangat berguna, termasuk salah satu kisah Al-Qur’an tentang Luqman Al-Hakim.”
 
*Sumber : andcisonline.blogspot.com 
Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Yayasan Al-Kayis Banten - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website Inspired Wordpress Hack
Proudly powered by Blogger